Wednesday, May 6, 2015

Kepadatan Lalu-Lintas dan Pedestrian

Makasar yang Tanpa Pedestrian

Setelah waktu berjalan hampir satu abad semenjak Thomas karsten malang-melintang di bidang perencanaan kota Hindia Belanda, kota-kota di pulau Jawa bukan lagi didominasi oleh kuda tetapi kendaraan bermesin dalam berbagai ukuran. Ruang jalan yang dulu nyaman bagi pejalan kaki sekarang menjadi tempat yang penuh dengan gas karbon oksida dari knalpot kendaraan terutama pada saat lalu lintas sedang macet. Kota bukan lagi tempat hunian yang nyaman dan sehat tetapi sumber penyakit-penyakit aneh seperti pusing karena keracunan udara yang terkontaminasi.

Sampai saat ini kepadatan lalu lintas ini dicoba diatasi dengan pelebaran jalan atau membangun jalan bebas hambatan, tetapi itupun hanya menjadi angan-angan karena di atas jalan yang lebar maupun bebas hambatan tadi sering sekali terjadi kemacetan lalulintas. Mungkinkah masalah kemacetan lalu-lintas terjawab dengan membangun subway (kereta bawah tanah)?

Tumbangnya pohon-pohon rindang dan jalan yang tidak manusiawi lagi menyebabkan tidak layaknya tata ruang kota bagi para pedestrian (pejalan kaki). Untuk berjalan-jalan mencari "hawa segar" orang harus mencari sebuah mall yang didalamnya sejuk karena AC. Walaupun mall tadi didisain seindah apapun juga tetapi tidak akan pernah bisa menyamai jalan Malioboro - Jogjakarta di tahun enampuluhan yang masih nyaman untuk berjalan-jalan, bertemu teman sambil makan gudeg di pojok kepatihan atau potong rambut dibawah pohon yang rindang. Berjalan-jalan di dalam  mall sebenarnya hanya cocok untuk kota-kota di negara yang bermusim dingin dimana dari bulan Oktober sampai dengan Maret suhu udara demikian dingin sehingga udara didalam mall memberikan kehangatan yang berarti. Dengan pelebaran jalan dan hadirnya mall-mall ini, kota tropis yang memberi tempat bagi penduduknya untuk menikmati jalan-jalan di udara terbuka barangkali sudah tidak akan ditemui lagi di akhir abad ini.

No comments:

Post a Comment