Tuesday, April 28, 2015

Pendahuluan

Pelebaran Jalan di Lasem 1991

Kota yang cerdas adalah kota yang mampu mempertahankan bentuknya dari masa ke masa. Sehingga dengan masa lalu itu bangunan-bangunan lama masih utuh, unik, dan menarik bagi wisatawan atau siapa saja untuk menikmati masa lalu yang tidak dapat dilepaskan dari masa kini. Tapi apa jadinya jika jalan di lebarkan dan bangunan lama di potong untuk memberi ruang bagi truk, bis, mobil yang bersliweran? Apakah kota ini tetap menarik? Walaupun jalan-jalannya menjadi lebar, apakah ekonominya menjadi lebih baik? Tulisan ini mengangkat kasus pelebaran jalan bagi pengembangan kota, apa yang terjadi?
 
Seharusnya jalan kota dan arsitektur dapat diibaratkan sebagai dua gadis kembar yang tidak dapat dipisahkan. Menilai keindahan sebuah jalan tentunya. bukan hanya sekedar melihat pot-pot tanaman di kaki lima, ataupun bentuk-bentuk lampu di tepinya. Tetapi lebih dari itu adalah keindahan bangunan di kedua sisinya. Sebaliknya, keindahan arsitektur tidak dapat dinilai dan di-"rasa"-kan tanpa tahu dimana ia berada. Tentu saja karena ia "berada" di tepi jalan maka sudah sewajarnya jika ia dilihat secara kontekstual dengan bangunan lain di sepanjang jalan.
 
Kenyataan yang ada sekarang adalah: Arsitektur lebih bersifat individual, melepaskan diri dari konteks dimana dia berada. Di lain pihak jalan lebih dinterprestasikan sebagai alur transportasi yang hadir diluar arsitektur, sebagai disiplin ilmu yang mandiri. Tulisan ini mencoba mempertemukan kembali dua hal tersebut di atas, dua gadis kembar yang telah lama berpisah.

No comments:

Post a Comment