Sunday, May 3, 2015

Arsitektur Identitas?

Kantor Gubernur Kalbar: Identitas Rumah Panggung

Sejajar dengan fungsi jalan sebagai konglomerasi arsitektur, tentunya mengenal tipologi menjadi penting didalam penelitian arsitektur. Namun menekankan tipologi dengan meninggalkan tipo-morfologi agaknya bertentangan dengan Aldo Rossi yang percaya bahwa tipo-morfologi adalah metoda yang benar didalam merancang dan menganalisa kota. Dalam hal ini Rafael Moneo membantah bahwa kombinasi antara tipologi dan morfologi akan mengaburkan tipologi itu sendiri. Sehingga tipologi yang dapat menjadi satu cara untuk mencari kesinambungan dengan masa laiu akan menjadi lemah dan tidak berkembang.  Maka dari itu di dalam perkawinan antara jalan (sebagai prasarana transportasi) dan arsitektur yang mana terlepas dari masalah elemen primer ataupun elemen sekunder suatu kota, morfologi harus dilepas dan tiplogi harus ditonjolkan karena ia mencakup disain-disain di kedua sisi jalan tersebut.

Bertolak pada pendapat bahwa keindahan arsitektur tidak dapat dibaca tanpa konteks dimana bangunan itu berada, didalam hubungannya dengan bangunan-bangunan lain disepanjang jalan tadi, sudah saatnya kita rnempertanyakan semboyan arsitektur "berwawasan identitas".

Dalam arti sempit, arsitektur berwawasan identitas di Jawa Tengah diartikan sebagai disain arsitektur baru dengan atap tradisional arsitektur Jawa. Sedang dalam arti luas diartikan sebagai disain arsitektur baru yang menggunakan tipologi bangunan yang ada di sekitarnya. Jadi, di jalan yang banyak memiliki corak arsitektur pecinan, maka bangunan barupun mencari wajah yang mirip.

Hal ini dianggap benar karena berdasarkan pada pendapat Charles Jencks dengan arsitektur "post modern"nya. Jencks memperkenalkan apa yang disebut dengan "dual-coding" arsitektur yang berwajah mendua antara tradisional dan modern. Pendapat ini berkembang pada regionalisme arsitektur.

Jika bangunan baru harus kontekstual dengan bangunan yang ada disepanjang jalan tadi, maka bukan berarti ia harus memiliki corak yang sama tetapi modern lebih dari itu arti "kontekstual" seharusnya dibaca sebagai esensi bentuk dan ruang secara dinamis. Disini tentunya bangunan baru justru menunjukkan "kebaruan" nya. Mungkin saja ia kontradiktif asal secara dinamis esensi bentuk dan ruangnya memberi nilai-nilai positif bagi kualitas visual jalan. Maka dari itu, arsitektur "identitas" menjadi tidak realistis lagi karena identitas menghentikan kreatifitas arsitek untuk mencapai bentuk baru secara maksimal. Arsitektur identitas adalah arsitektur yang membosankan!



No comments:

Post a Comment